LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Menghadapi tamu bulanan alias haid. Dalam kondisi lancar tentu tidak ada masalah.
Namun, bagaimana jika haidnya tidak lancar yang biasanya diikuti waktu cukup lama. Bagaimana dengan jadwal shalat dan puasa? Tentu bikin galau ya, Bund.
Sebab, rasanya keberatan jika pasca Ramadhan harus mengqadha puasa terlalu banyak.
Dikutip dari laman Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia, memang benar, siklus bulanan perempuan atau yang lebih dikenal dengan menstruasi kadang tiba-tiba berubah, menjadi tidak teratur, tidak lancar, menjadi lebih lama, lebih singkat, dan seterusnya.
Bahkan, seringkali perempuan yang mengalaminya merasa bingung, apakah dirinya sudah boleh mandi serta menunaikan kewajibannya atau belum.
BACA JUGA:Catat Inilah 7 Cara Merawat Kuku Panjang Agar Tetap Sehat dan Tidak Menguning
Semua ulama mazhab telah menguraikan masalah-masalah seperti ini. Tak terkecuali para ulama mazhab Syafi‘i. Namun, mengingat cukup banyaknya persoalan ini, maka yang akan diuraikan adalah masalah haidh tidak lancar, yang umumnya berlangsung cukup lama.
Masalah haidh tidak lancar bisa dikembalikan kepada masa haidh paling lama dan paling singkat yang setiap mazhab memiliki ketentuan masing-masing.
Menurut mazhab Syafi’i sendiri, haidh paling singkat yang dialami perempuan adalah satu hari satu malam atau 24 jam. Sedangkan haidh paling lama adalah 15 hari.
Namun, lebih jauh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami merinci haidh paling singkat ini menjadi dua bentuk.
Pertama, paling singkat (sedikit) darahnya. Kedua, paling singkat waktunya.
Artinya, “Sesungguhnya istilah haidh paling singkat di sini memiliki dua bentuk. Pertama, keberadaan haidh hanya satu hari saja, dimana ketersambungan disyaratkan di dalamnya. Kedua, keberadaan haidh bersama hari lain. Di sini harus tidak ada ketersambungan.” (Lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil-Minhaj, jilid 1, hal. 385).
BACA JUGA:6 Manfaat Teh Hitam Bagi Kesehatan Tubuh, Salah Satunya Ampuh Mencegah Kanker dan Melindungi Jantung
Namun, umumnya kondisi yang dialami kaum perempuan, menurut Syekh Ibnu Hajar, adalah kondisi kedua dimana darah haidhnya keluar tetapi tidak lancar dan lebih dari satu hari. Sehingga lanjutnya, tak heran jika perempuan melihat darah haidhnya terkadang keluar dan terkadang tidak.
Artinya, “Adapun minimal haidh yang disertai dengan hari lain maka tidak ada ketersambungan di dalamnya. Justru haidh akan terselang oleh waktu bersih. Seperti si perempuan melihat darah pada satu waktu dan melihat bersih pada waktu lain, maka waktu bersih itu pun juga dianggap haidh karena turut kepada haidh, dengan syarat kejadian itu tidak lebih dari 15 hari dan tidak kurang dari haidh minimal.”