Statement Ketua KPU Soal Mundur Tidaknya Calih dalam Pilkada Disorot, Pengamat: Disinyalir Ada Intervensi

Eka Rahman.-Foto: tangkapan layar-Radar Lembak

LUBUKLINGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Perubahan statement Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terkait Anggota DPR, DPD, DPRD Provinisi, DPRD Kabupaten/Kota yang kembali terpilih (Calih) yang nyalon kepala daerah/wakil kepala daerah menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat. 

Awalnya Hasyim Asy'ari menyatakan anggota legislatif/DPD yang kembali terpilih Calih yang nyalon kepala daerah/wakil kepala daerah tidak perlu mundur sebagai Calih.

Tapi harus mundur dari jabannya selaku wakil rakyat saat ini. 

Namun kemudian pada tanggal 16 Mei 2024, Hasyim Asy'ari menegaskan Calih yang nyalon kepala daerah/wakil kepada daerah harus membuat surat pernyataan bersedia mundur dari Calih.

BACA JUGA:Belum Teguh Pendirian, Ketua KPU RI : Calon Kepala Daerah Berstatus Caleg Terpilih Harus Mundar   

Menangfapi pernyataan Hasyim Asy'ari tersebut Peneliti Sumatera Initiative Riset & Konsulting, Eka Rahman mengatakan, perubahan sikap KPU terkait pengaturan norma apakah caleg terpilih harus mundur. 

"Pernyataan kesediaan untuk mundur sebagai anggota DPR, DPD DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/Kota, jika mencalonkan diri sebagai bakal calon kepala daerah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR," katanya kepada KORANLINGGAUPOS.ID, Kamis 16 Mei 2024. 

Jika sebelumnya KPU mengakomodir para Calih untuk ikut kontestasi, namun saat ini dalam Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (RPKPU) tentang pencalonan Pilkada 2024 KPU membuat draft bahwa calon terpilih harus membuat surat kesediaan mengundurkan diri. 

Terkait hal tersebut, beberapa kondisi tentu menjadi latar belakang perubahan sikap itu antara lain :

BACA JUGA:Ketua KPU Tegaskan Caleg Terpilih Ikut Pilkada Tak Harus Mundur, Berikut Analisa Pengamat

Pertama, bahwa memang ada norma diatasnya yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXII/2024 terkait bagaimana pengaturan calon terpilih yang akan berpartisipasi dalam kontestasi Pilkada. 

Sehingga harus ada harmonisasi dan sinkroniasi baik antara PMK, UU 10/2016 serta PKPU yang nanti akan diterbitkan untuk tidak saling menegasikan.

Kedua, bahwa tentu saja karena banyak sekali kepentingan-kepentingan partai politik yang beririsan dalam konteks status calon terpilih apakah harus mundur atau tidak. 

Sehingga dinamika penetapan norma tersebut juga terlihat 'saling tarik menarik' antar banyak kepentingan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan