151 Produk Bersertifikasi Halal Penamaannya Bermasalah, BPJPH Langsung Rakor dengan Komite Fatwa MUI

Suasana Rakor BPJPH dengan Komite Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal Selasa 8 Oktober 2024.-Foto : Dokumen-KEMENAG RI

Selain itu, sebagian lainnya berasal dari skema self declare yang ketetapan halalnya berasal dari Komite Fatwa Produk Halal.

Oleh karena itu, konsolidasi ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi secara detail berdasarkan data dan selanjutnya menyepakati langkah-langkah solutif bersama Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal terhadap 151 produk dengan nama yang bermasalah ini.

BACA JUGA:Truk Logistik Wajib Sertifikasi Halal, Wajib Tahu Alasan Pentingnya? Pengamat Pikirkan Dulu

BACA JUGA:Pertahankan Kehigienisan dan Kehalalan makanan, Ada Dapur Kitchen Set di Lapas Narkotika Muara Beliti

Soleh Asrorun Niam selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa mengatakan merujuk Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 terdapat dua kondisi terkait penamaan produk, yaitu pertama sesuai dengan fatwa.

Maksudnya, ada pengecualian terkait dengan penggunaan nama, bentuk, dan atau kemasan yang diatur sesuai fatwa Nomor 44 Tahun 2020.

Misalnya yang secara 'urf atau kebiasaan ditengah masyarakat dikenal sesuatu yang biasa atau tidak terasosiasi dengan sesuatu yang haram, misalnya bir pletok dikenal sebagai jenis minuman tradisional yang halal, suci, dan tidak terasosiasi dengan pengertian bir yang mengandung alcohol.

Selain itu, kata dia demikian juga  tidak semua jenis kata  WINE  itu kemudian terlarang, ia mencontohkan  kata RED WINE  yang merujuk kepada jenis warna yang secara empirik digunakan oleh masyarakat.

BACA JUGA:Terbukti Mengandung Pengawet Berbahaya, BPJPH Cabut Sertifikat Halal Roti Okko

BACA JUGA:Saus Cabai Produk KWT Sukakarya Sudah Bersertifikat Halal

Menurut  Soleh Asrorun Niam, ini penting untuk difahami secara menyeluruh sehingga tidak menimbulkan kegaduhan bagi masyarakat.

Kemudian, kedua  yang secara substansi memang tidak sejalan dengan fatwa, maka pihaknya komitmen untuk melakukan perbaikan dan juga meminta pelaku usaha melakukan perbaikan dan perubahan sesuai dengan standar fatwa tersebut.

Lalu bagaimana mekanisme perbaikan penamaan produk yang bersangkutan?

Menurut Soleh Asrorun Niam, hal itu telah didiskusikan adanya jalan afirmatif untuk melakukan proses perbaikan untuk kepentingan penyesuaian dengan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga standar fatwa yang menjadi acuan di dalam proses penetapan fatwa halal di Indonesia.

BACA JUGA:Bacaan Doa Berangkat Kerja: Mencari Rezeki Halal dan Berharap Kebaikan dari Ilahi

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan