Opini: Sastra di Era Milenial
Feryanti Kurnia Andi. -Foto: Dokumen Pribadi-
Selain itu, tema yang diangkat dalam sastra kontemporer sering kali mencerminkan isu-isu sosial dan politik yang relevan.
Banyak penulis muda yang berani mengeksplorasi identitas, gender, dan keberagaman budaya.
BACA JUGA:SDIT Al Ikhlas Lubuk Linggau Unggulkan Ekskul Pramuka yang Memiliki Banyak Manfaat
BACA JUGA:Tim Pramuka SDN 6 Lubuk Linggau Bersiap Ikut Even ‘Skala Vada’
Karya-karya mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan wawasan baru tentang pengalaman hidup yang berbeda.
Dalam hal ini, sastra berfungsi sebagai cermin masyarakat, merefleksikan dan mengkritisi realitas yang ada.
Namun, kita juga harus waspada terhadap homogenisasi budaya yang mungkin terjadi akibat globalisasi.
Banyak penulis terpengaruh oleh tren internasional, seringkali mengorbankan kekayaan lokal dalam upaya menarik perhatian pembaca global.
BACA JUGA:SDN 47 Lubuk Linggau Terapkan Kurikulum Merdeka
BACA JUGA:Pelajar SMK Yadika Lubuk Linggau Antusias Ikut Ekskul Robotik
Penting bagi kita untuk terus mendorong penulis menggali akar budaya mereka sendiri, karena itulah yang membuat sastra kita unik dan berharga.
Di tengah tantangan dan peluang ini, peran pembaca menjadi semakin penting.
Pembaca saat ini tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi mereka juga berpartisipasi aktif dalam diskusi tentang karya sastra.
Media sosial memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara penulis dan pembaca, menciptakan komunitas sastra yang lebih inklusif dan dinamis.
BACA JUGA:Upah Guru Honorer Bakal Naik 2025, Segini Nominalnya