Soal Kasus Guru di SMKN 1 Lubuk Linggau, Ini Tanggapan Akademisi FKIP
Akademisi FKIP Universitas Jambi, Hansein Arif Wijayani - FOTO : Dok Pribadi-
LUBUK LINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID - Kasus dugaan pencabulan yang melibatkan seorang guru di SMK Negeri 1 Lubuk Linggau sangat menyentuh hati semua masyarakat khususnya para orang tua.
Menurut Akademisi FKIP Universitas Jambi, Hansein Arif Wijayani hal ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga soal bagaimana dunia pendidikan sedang menghadapi krisis kepercayaan.
Menurutnya, Guru adalah orang tua kedua bagi siswa di sekolah. Ia digugu dan ditiru—diteladani, bukan ditakuti. Saat seorang guru justru menyakiti muridnya, ia tak hanya merusak masa depan sang anak, tapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.
Guru, dalam pandangan tradisional maupun modern, adalah penjaga nilai. Ia bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi penuntun jalan hidup. Dalam etika profesi, guru berkewajiban menjaga kehormatan peserta didik dan bertindak sebagai teladan dalam sikap, moral, dan integritas. Ketika peran ini dinodai oleh tindakan amoral, pendidikan kehilangan jiwa—ia menjadi struktur kosong yang hanya mengandalkan kurikulum tanpa makna.
BACA JUGA:Oknum Guru SMKN 1 Lubuklinggau Sempat Membantah, Pemeriksaan Didampingi Kepsek
BACA JUGA:Oknum Guru SMKN 1 Lubuk Linggau Terancam 15 Tahun Penjara, Begini Respon Orang Tua Korban
"Yang lebih menyedihkan, kasus ini terjadi dalam sistem yang seharusnya menjadi ruang aman yakni sekolah. Peristiwa ini harus menjadi panggilan bagi semua pemangku kepentingan pendidikan untuk merenung dan bertindak. Kita butuh evaluasi menyeluruh terhadap sistem pembinaan guru, rekrutmen yang berorientasi pada integritas, dan mekanisme pelaporan kekerasan yang berpihak pada korban," tegasnya.
Ia pun memberikan rekomendasi kritis terkait kasus ini.
1. Organisasi profesi guru perlu segera merevisi sistem kode etik mereka dan memiliki mekanisme pengawasan internal yang dapat menindak pelanggaran dengan tegas, termasuk pemecatan keanggotaan.
2. Dinas pendidikan harus membentuk satuan kerja khusus yang menangani kasus kekerasan di sekolah dan menjadikan pendidikan karakter serta etika profesi sebagai bagian dari supervisi rutin.
3. Koordinasi lintas sektor (pendidikan, psikolog, hukum, dan perlindungan anak) harus diperkuat dan tidak sekadar seremonial.
BACA JUGA:Guru Olahraga SMKN 1 Lubuk Linggau AY jadi Tersangka, Ini Penjelasan Polisi
BACA JUGA:DPRD Desak Dinas Pendidikan Sumsel ke SMKN 1 Lubuk Linggau
Dalam eksistensialisme Martin Buber, hubungan antara guru dan siswa seharusnya adalah relasi Aku dan Engkau—penuh penghargaan dan kesadaran akan keutuhan manusia. Ketika hubungan itu berubah menjadi relasi dominatif—Aku dan Itu—maka pendidikan kehilangan rohnya.