Ketua Rumah Asa Silampari Berbagi Pengalaman Tangani Rehabilitasi Pecandu Napza, Terbanyak dari Muratara
Ketua Yayasan Rumah Asa Silampari Tomi Lesmana-Foto : Apri Yadi -Linggau Pos
LUBUKLINGGAU, KORANLINGGAUPOS.ID – Yayasan Rumah Asa Silampari memberikan layanan bagi warga yang ingin pulih dari pengguna Napza (narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya).
Dalam merehabilitasi pengguna Napza, ada dua teknik yang diterapkan yayasan yang beralamat di Jalan Litas Tugumulyo, Kelurahan Eka Marga, Kecamatan Lubuklinggau Selatan 2, Kota Lubuklinggau ini.
Yakni rehab jalan dan rehab inap.
“Namun itu tergantung hasil asesment kita, kalau residen pencandu ringan bisa dilakukan rehab jalan. Namun kalau sudah dikategorikan pecandu sedang dan berat dilakukan rehab inap. Proses rehab inap ini paling cepat empat bulan dan paling lama sampai enam bulan, kalau rehab jalan biasanya tiga bulan atau 12 kali pertemuan,” jelas Ketua Yayasan Rumah Asa Silampari Tomi Lesmana, Selasa 23 Januari 2024.
BACA JUGA:Santri Tazakka Antusias Belajar ke Linggau Pos
Ia mengatakan Rumah Asa Silampari ini sebuah lembaga kegiatan sosial, yang berbadan hukum yang tujuan untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan kesejahteraan sosial bagi penyandang pemasalahan kesejahteraan sosial.
“Diantaranya lansia, disabilitas, dan yang paling utama Rumah Asa ini panti rehabilitas untuk penyalahguna Nafza,” kata Tomi.
“Alhamdulillah walaupun belum satu tahun berdiri kita sudah bermitra ke seluruh stakeholder yang memiliki kepentingan yang sama, dan gedung sudah koprehensip dalam melakukan pelayanan. Dalam tahun 2023 kita sudah melakukan layanan rehabilitas untuk rehab inap 156 klien dan rehab jalan 56 klien, dan paling banyak pecandu narkotika jenis sabu,” tuturnya.
Lanjutnya, korban nafza yang direhab di Rumah Asa ini sendiri berasal berbagai daerah. Ada yang dari Lubuklinggau, Musi Rawas, Muratara, Sarolangun Jambi, Sekayu dan Empat Lawang. Namun kebanyakan yang masuk dari Kabupaten Muratara.
Bahkan pengguna nafza sendiri tidak memandang status, bermacam propesi dan tidak memandang usia.
"Untuk klien rehab tidak kenal umur. Ada yang baru 14 tahun sampai 60 tahun, karena sekarang narkoba penyakit umum sehingga tidak kenal usia, profesi dan agama," ungkap Tomi.
Namun yang paling banyak diusia produktif dari umur 18 sampai 45 tahun dengan status ada pedagang, wiraswasta, ASN, dan Polri .
"Kalau ditanya biaya rehab inap beda-beda. Namun kalau di Lubuklinggau Rp 2,5 juta per bulan, itu sudah makan dan minum tiga kali sehari, pendampingan mengajar. Sedangkan untuk klien rawat jalan biaya tidak sebesar itu," jelas Tomi.