seperti: penampilan puisi, drama kolosal hingga dramatisasi puisi.
Kesemua penampilan itu, menanamkan dan menambahkan kecintaan para santri terhadap seni dan kesenian, hingga lahirlah banyak santri berprestasi di bidang kesenian dari Pondok Pesantren Darul Ishlah masa itu.
Bersama “Tim Kreatif Asatidz”, Sang Kyai berjibaku dan turun langsung dalam tiap kegiatan dan program di Pondok Pesantren Darul Ishlah.
Bersama Ust. Teguh Syukron, Tim Rebana Darul Ishlah dikenal dan disegani di berbagai ajang dan kompetisi.
Dibantu oleh Ust. Amrillah Karim, Seni lukis, letter, dan kaligrafi mendulang prestasi hingga ke tingkat nasional.
Tangan dingin Ust. Zuhri Abdul Halim dan Mr. Sugondo selaku dua orang mentor terbaik kelompok pidato tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) menghantarkan santri-santrinya menjuarai lomba pidato 3 Bahasa (Indonesia, Arab dan Inggris) ke level tertinggi.
Bahkan untuk pidato berbahasa Inggris pada ajang POSPENAS (Pekan Olahraga dan Seni Antar Pondok Pesantern Tingkat Nasional) di Palembang pada tahun 2003 berhasil menjadi juara pertama atas nama Akeng Tanzil (Ikromul Afifi).
Saya sendiri, dua tahun setelahnya, berhasil menembus final pada ajang dan cabang yang sama di Medan, Sumatera Utara, dan tak terhitung prestasi lainnya di berbagai level dan kompetisi baik lokal, daerah hingga nasional.
Ramadona, santri keren asal Bingin Teluk, membuat bulu kuduk berdiri Ketika tampil membawakan pidato Berbahasa Inggris di hadapan segenap wali santri pada acara pembagian raport menjelang liburan akhir tahun pada pertengahan 2004.
Perawakan kecil dan imutnya mengundang perhatian dan decak kagum segenap penonton yang ada. Nampak sederhana, tapi bagi kami, para santri, itu adalah pengalaman luar biasa.
Sang Kyai sendiri turun menjadi pelatih dan Pembina bagi santri-santri dengan bakat puisi, drama dan dramatisasi puisi.
Banyak karya puisi berhasil beliau ciptakan. Diantara masterpiece beliau adalah puisi berjudul “Wajah wajah Pendusta” yang kemudian dibawakan dalam lomba Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren tingkat Kota Lubuklinggau (POSPEKOT) pada Tahun 2005.
Neri Sri Wahyuni, adalah santriwati asal Suka Karya, Jayaloka.
Dengan bakat puisi yang ia miliki, dibawah bimbingan langsung Sang Kyai, mampu menjuarai even tersebut dan melaju pada ajang Pekan Olahraga dan Seni Tingkat Daerah (POSPEDA) tingkat Provinsi Sumatera Selatan
dan kembali tampil sebagai juara pertama serta melaju ke Tingkat nasional untuk berlaga di Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren Tingkat Nasional (POSPENAS) di Medan, Sumatera utara pada tahun yang sama.
Puisi “Wajah-wajah Pendusta” menjadi fenomenal di kalangan santri pada saat itu. Bahkan beliau dipercaya menjadi pelatih provinsi cabang puisi untuk kontingen Sumatera Selatan yang akan berlomba di tingkat nasional.