KORANLINGGAUPOS.ID- Ribuan hakim di seluruh Indonesia berencana menggelar aksi protes dengan cara cuti bersama selama lima hari.
Langkah dari ribuan hakim ini diambil sebagai bentuk kekecewaan terhadap stagnasi gaji dan tunjangan yang mereka terima selama lebih dari satu dekade.
Terakhir kali gaji dan tunjangan para hakim diperbarui adalah pada tahun 2012, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono.
Sejak saat itu, tidak ada perubahan signifikan meskipun kondisi ekonomi terus berubah dan inflasi kian meningkat.
BACA JUGA:Penganiaya Kades di Musi Rawas Menangis di Hadapan Hakim
BACA JUGA:Tim PSC 119 Muba Beri Layanan Terbaik Para Kafilah dan Dewan Hakim MTQ XXX Tingkat Sumsel
Dasar Hukum Gaji Hakim Berdasarkan PP Nomor 94 Tahun 2012
PP Nomor 94 Tahun 2012 mengatur mengenai hak keuangan dan fasilitas yang diterima oleh hakim di bawah naungan Mahkamah Agung (MA).
Dalam PP tersebut, disebutkan bahwa para hakim berhak atas berbagai macam tunjangan, mulai dari gaji pokok, tunjangan jabatan, hingga fasilitas pendukung seperti rumah dinas, transportasi, dan jaminan kesehatan.
Selain itu, hakim juga mendapatkan tunjangan untuk istri atau suami, serta tunjangan anak untuk maksimal dua orang anak.
BACA JUGA:Begini Keseharian Mahasiswa Korban Lakalantas yang Tabrak Mobil Hakim Pengadilan Negeri Lubuklinggau
BACA JUGA:Sidang Putusan Oknum Camat di Muratara Ditunda, Begini Penjelasan Hakim
Gaji pokok yang diterima oleh hakim dihitung berdasarkan masa kerja dan jenjang karier. Hakim dengan pangkat terendah, yaitu Golongan III A dengan masa jabatan 0 tahun, menerima gaji pokok sebesar Rp 2.064.100 per bulan.
Sementara itu, hakim dengan pangkat lebih tinggi, seperti Golongan III D, menerima gaji pokok sebesar Rp 2.337.300.
Kenaikan gaji tahunan hanya berkisar Rp 60 ribu, yang dinilai sangat kecil dibandingkan dengan kenaikan biaya hidup dari tahun ke tahun.