Selain tunjangan jabatan, hakim juga berhak menerima tunjangan keluarga dan tunjangan beras.
Tunjangan istri atau suami sebesar 10 persen dari gaji pokok, sedangkan tunjangan anak diberikan sebesar 2 persen dari gaji pokok untuk maksimal dua orang anak.
Hakim juga menerima tunjangan kemahalan yang besarnya tergantung pada lokasi mereka bertugas, namun jumlahnya tetap dianggap tidak memadai oleh para hakim.
BACA JUGA:Sidang Putusan Oknum Camat di Muratara Ditunda, Begini Penjelasan Hakim
BACA JUGA:Ini Penyebab Hakim PN Lubuklinggau Jatuhi Hukum Ringan pada Penganiaya Mantan Istri
Desakan untuk Revisi Peraturan
Kondisi stagnasi ini membuat para hakim merasa kesejahteraan mereka terabaikan.
Gaji dan tunjangan yang diterima saat ini dianggap tidak lagi relevan dengan situasi ekonomi terkini yang terus mengalami inflasi.
Dengan biaya hidup yang semakin tinggi, para hakim mengeluhkan bahwa kenaikan gaji yang mereka terima setiap tahunnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi untuk mencapai standar hidup yang layak.
BACA JUGA:Tim PSC 119 Muba Beri Layanan Terbaik Para Kafilah dan Dewan Hakim MTQ XXX Tingkat Sumsel
Fauzan, salah satu perwakilan hakim, menyatakan bahwa para hakim mendesak pemerintah untuk segera melakukan revisi terhadap PP Nomor 94 Tahun 2012.
Menurutnya, revisi tersebut sangat penting untuk memastikan kesejahteraan para hakim yang memegang peran penting dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia.
"Kami menuntut Presiden Republik Indonesia segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012," ujar Fauzan dalam pernyataannya.
Rencana aksi cuti bersama selama lima hari ini adalah langkah konkrit para hakim untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada kesejahteraan mereka.
BACA JUGA:Ini Vonis Hukuman Hakim Pengadilan Tinggi Palembang untuk Guru Apinsa Muratara