Dalam situasi ini, kritik sastra yang seharusnya berfungsi sebagai panduan untuk memahami teks justru dapat tersisih.
Pergeseran ini membawa kita pada pertanyaan mendasar: Apa tujuan dari kritik sastra itu sendiri?
Kritik sastra harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, memperluas cakupannya untuk mencakup berbagai medium dan bentuk ekspresi.
BACA JUGA:Inilah 5 yang Diperoleh Anak Ketika Belajar Bahasa Asing Sejak Dini
BACA JUGA:Top 5 Rekomendasi Buku Bahasa Inggris yang Cocok Buat Pemula dan Mudah Dimengerti
Di tengah kecenderungan masyarakat yang semakin terbiasa dengan konten singkat dan cepat, kritik sastra dapat menemukan ruangnya dengan mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan inovatif.
Misalnya, penggunaan podcast, vlog, dan media sosial untuk menyampaikan analisis karya sastra dapat menjadi alternatif yang menarik.
Beberapa kritikus sudah mulai menggunakan platform-platform ini untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan menghidupkan kembali diskusi tentang sastra.
Akibat dari perubahan ini, ada dua dampak yang signifikan.
BACA JUGA:SGI, British Council dan MGMP Bahasa Inggris Muratara Gelar Nusantara Ready
BACA JUGA:Pahami Ini 5 Bahasa Tubuh Yang Menunjukkan Seseorang Sedang Tidak Percaya Diri
Pertama, pemisahan antara kritik sastra yang tradisional dan kritik yang lebih modern dapat menyebabkan kebingungan di kalangan pembaca.
Mereka yang terlatih dalam membaca karya sastra mungkin merasa terasing oleh format baru yang mereka anggap dangkal.
Kedua, tanpa pendekatan kritis yang kuat, karya sastra yang memiliki potensi untuk menyampaikan pesan sosial dan budaya yang penting dapat terabaikan, mengakibatkan hilangnya makna dan relevansi dalam diskursus masyarakat.
Selain itu, penting untuk melihat bagaimana kritik sastra dapat berfungsi sebagai alat untuk memahami dan menganalisis isu-isu kontemporer.
BACA JUGA:Bangga, Siswa SMP IT Nur Riska Juara 2 Lomba Dongeng Bahasa Daerah Tingkat SMP/MTs se-Lubuklinggau