Opini : Urgensi Transformasi Guru di Tengah Adaptasi Perubahan Kurikulum
Widya Utami, S.Pd -Foto : Dok. Pribadi-
KORANLINGGAUPOS.ID - Pembangunan sektor pendidikan Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam menyediakan kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu indikator rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia terlihat dari capaian akademik yang rendah dari pelajar Indonesia.
Sebagaimana hasil temuan Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan siswa dari negara-negara anggotaOrganisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Hasil PISA tahun 2022 menunjukkan skor kemampuan matematika siswa Indonesia mencapai 366, kemampuan membaca sebesar 359 dan kemampuan sains sebesar 383. Jika kita mengamati, capaian ini justru lebih rendah dibandingkan skor PISA Indonesia tahun 2018. Oliver Wyman dalam Laporannya bertema “Peran Teknologi Dalam Transformasi Pendidikan Indonesia” menyebut hal yang lebih sungguh menyedihkan.
Kenyataan bahwa lebih dari separuh anak-anak Indonesia yang berusia 15 tahun masih kesulitan dalam menguasai keterampilan dasar membaca dan berhitung. Mayoritas siswa di Indonesia berada pada tataran kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills). Siswa di Indonesia masih cenderung belajar dengan cara mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau mengungkapkan kembali apa yang telah dibaca tanpa melakukan pengolahan (recite).
BACA JUGA:Opini : Penamaan Brand Kuliner UMKM 2025
BACA JUGA:Opini: Status Pembangunan Manusia Muratara Meningkat dari Sedang Menjadi Tinggi
Temuan dalam laporan yang sama mengidentifikasibahwa sifat kurikulum sebelumnya sertaterbatasnya akses keterampilan gurumenjadi salah satu akar masalah penyebab rendahnya capaian pendidikan Indonesia. Kurikulum nasional sebelumnya cenderung terpusat pada konten akademis yang seringkali tidak memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan praktis yang dibutuhkan dalam dunia nyata. Di sisi lain, sifat kurikulum yang seragam memaksa setiap murid belajar dengan materi dan kecepatan yang sama dengan tidak memberikan perhatian padakomponen penting seperti tingkat pemahaman siswa, pembentukan karakter, dan kesesuaian materi terhadapkondisi daerah masing-masing.
Di Indonesia, perubahan kurikulum yang baru seperti implementasi Kurikulum Merdekalewat gerakan Merdeka Belajar menjadi salah satu refleksi danupaya pemerintah dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kurikulum tersebut dirancang untuk memberi kebebasan lebih kepada sekolah dalam menentukan cara terbaik mengajar sesuai dengan karakteristik siswa dan kebutuhan lokal. Pembelajaran lebih mengutamakan pengembangan kompetensi siswa daripada sekadar pencapaian akademik semata. Kurikulum Merdeka juga mendorong penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran dan menekankan pada pendekatan berbasis proyek serta penguatan karakter siswa.Kurikulum Merdekajuga menekankan pada pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi dan pengembangan keterampilan abad21yang tidak hanya berfokus pada penguasaan materi akademik tetapi juga pada pengembangan keterampilan kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif siswa.Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan karakteristik dan kecepatan belajar murid, serta memastikan pembelajaran yang efektif, adaptif dan inklusif.
Namun sebaik apapun pemerintah merancang kurikulum, tetaplah guru yang menentukan keberhasilan prosesnya. Guru adalah kunci sukses pendidikan, karena merekalah yang menjadi garda terdepan berhadapan dengan siswa secara langsung. Oleh sebab itu, kualitas kompetensi dan keterampilan sangat menentukan keberhasilan implementasi kurikulum yang baru. Nyatanya, kualitas guru di Indonesia masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam Buletin APBN terbitan Pusat kajian Anggaran Badan Keahlian Setjen DPR RI edisi 11 Juni 2023 yang bertajuk “Melihat Kualitas Guru Di Tengah Learning Loss Akibat Pandemi Covid-19” menguraikan fakta mengkhawatirkan bahwa kualitas guru di Indonesia masih di bawah standar. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang mengukur kompetensi profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadian menunjukkanskor dibawah target yaitu sebesar 58,5 (standar 60). Secara spesifik, guru SD menempati nilai terendah yaitu 54,8. Selain itu, Laporan Kinerja Kemendikbudristek tahun 2023menjelaskan bahwa dalam 10 tahun terakhir, presentase guru dan tenaga kependidikan profesional tidak mengalami perkembangan. Capaian presentase guru dan tenaga kependidikan profesional tahun 2012 sebesar 55,68%. Kemudian pada tahun 2023 capaian tersebut menjadi 52,69%. Meskipun hasil ini lebih tinggi dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 48,83% namun faktanya presentase guru dan tenaga kependidikan yang profesional di Indonesia tidak mencapai 60%. Artinya dengan capaian saat ini, maka akan menjadi tantangan bagi tercapaianya tujuan pendidikan dari kurikulum baru yang diimplementasikan.
BACA JUGA:Opini : Akuntansi Sosial sebagai Pilar Pembangunan Menuju Indonesia Emas 2045
BACA JUGA:Opini: Standar Hidup Layak di Musi Rawas Naik Menjadi 11,06 Juta per Tahun. Apakah Benar Layak?
Terbatasnya akses terhadap pelatihan dan pengembangan keterampilan guru menjadi salah satu faktor kendala dalam peningkatan kualitas guru. Hal inidapat dilihatdari distribusi fasilitas pelatihan di Indonesia yang tidak merata, dimana sebagian besar masih terpusat di pulau Jawa. Kondisi ini menghambat potensi guru untuk mengembangkan keterampilan mengajar dan melakukan inovasi pengembangan profesionalisme.Lebih lanjut, beban administrasi yang banyak telah lama menjadi momok bagi guru setiap adanya perubahan kurikulum. Kajian Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) tahun 2022 mengungkapkan bahwa guru di Indonesia cenderung mengutamakan persiapan dokumen administrasi sehingga kurang termotivasi dalam menyusun rencana pembelajaran yang menarik dan menumbuhkan tantangan dan kreativitas siswa. Selain itu, kurangnya kesadaran guru dalam melakukan refleksi dan pengembangan diri baik dalam hal peningkatan kemampuan teknis ataupun keterampilan penggunaan teknologi dalam aktivitas pembelajaran serta kurangnya supervisi pimpinan terhadap kualitas mengajar guru dapat memperlambat proses pencapaian tujuan sebagaimana yang diharapkan.
Transformasi guru menjadi kunci utama dalam menjawab tuntutan adaptasi perubahan kurikulum. Di tengah perkembangan pesat teknologi, globalisasi, dan perubahan sosial yang terus menerus, pendidikan tidak lagi cukup hanya dengan mengandalkan metode pengajaran tradisional yang mengutamakan transfer pengetahuan dari guru ke siswa atau hanya sekedar berfokus pada penguasaan materi akademik.Proses pembelajaran harus dilakukan guru dengan mengembangkan keterampilan kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Siswa tidak boleh lagi dilihat sebagai pendengar pasif yang menyimpan pengetahuan di otak mereka, tetapi lebih diizinkan untuk mengambil peran yang aktif di dalam kelas. Oleh karena itu, transformasi guru menjadi sangat penting. Tanpa adanya perubahan dalam cara berpikir dan bertindak guru, sulit bagi pendidikan untuk mengimbangi tuntutan zaman.Guru perlu memiliki keterampilan yang terus berkembang, mulai dari penguasaan teknologi pendidikan, pendekatan pembelajaran berbasis proyek, hingga kemampuan untuk mengadaptasi metode yang lebih personal dan relevan bagi kebutuhan masing-masing siswa.
Transformasi diri guru merujuk pada proses perubahan dalam berbagai aspek kehidupan profesional guru. Dalam konteks pendidikan yang terus berkembang, guru tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, tetapi juga mampu memfasilitasi kebutuhan siswa. Untuk mendorong adaptasi perubahan kurikulum, diperlukan strategi yang mendukung proses transformasi tersebut.Program pengembangan dan pelatihan dapat mencakup pengetahuan kurikulum baru, penggunaan teknologi, serta metodologi pembelajaran yang inovatif. Selain itu, kolaborasi antar guru dan partisipasi dalam komunitas pendidikan untuk berbagi pengalaman dan strategi dalam mengimplementasikan kurikulum baru dapat menjadi alternatif strategi untuk mendorong transformasi guru. Komunitas pembelajaran profesional dapat membantu guru mengatasi tantangan dan menciptakan solusi bersama. Tak kalah pentingnya, dukungan dari pemerintah ataupun sekolah baik dalam hal kebijakan, penyediaan sumber daya, maupun penciptaan lingkungan yang mendukung transformasi ini sangat diperlukan bagi kemajuan pelaksanaan transformasi guru