Walau telah membuka soal impor dan tujuanya, namun langkah AS tersebut justru mendapatkan kecaman dari berbagai pihak.
Di antaranya datang dari Action for Primates, organisasi advokasi primata non-manusia.
Salah satu yang menjadi kecaman organisasi yang berbasis di Inggris ini adalah soal impor permata, terutama yang diperoleh dari alam liar.
Organisasi ini menyebut membunuh monyet walau untuk penelitian itu sebagai prilaku kejam.
BACA JUGA:Kabar Gembira Bagi PNS PPPK Pemprov, Pemkot, dan Pemkab: THR Cair Mulai 26 Maret 2024
Co-founder Action for Primates, Sarah Kite mengungkapkan, ratusan monyet liar ditangkap, direnggut dari habitat aslinya, keluarga dan kelompok sosialnya.
Bahkan the International Union for the Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species menaikkan status konservasi monyet ekor panjang.
Primata ini diklasifikasikan sebagai satwa yang terancam punah atau endangered, ditambah dengan terus menurunnya populasi monyet jenis ini.
Action for Primates pada tahun 2022 juga pernah merilis cuplikan video mengerikan tentang penangkapan satwa ini di Indonesia.
BACA JUGA:Terlilit Hutang Pinjol Ilegal? Begini Cara Melaporkannya
Rekaman itu menjadi bukti kuat tindakan kejam para pemburu dan penderitaan yang dialami primata ini.
Salah satu yang menjadi sorotan soal metode penangkapannya.
Organisasi ini menilai sangat brutal dan menjurus kepada kekerasan terhadap monyet.
Apalagi pemisahan paksa bayi monyet yang masih menyusui dari induk mereka, pemukulan serta pembunuhan individu yang tidak diinginkan, merupakan prilaku yang tidak bisa ditolerir.
BACA JUGA:Selebgram Livy Renata Kena Hujat Netizen Usai Beri Hadiah Mobil Mewah Untuk Sang Ibunda
Perlakuan brutal dan tindakan para penangkap monyet tersebut, jelas merupakan pelanggaran terhadap pedoman kesejahteraan hewan internasional.