SANG PELOPOR BUKAN PENGEKOR AGENT OF CHANGE

Senin 03 Jun 2024 - 10:16 WIB
Reporter : DHAKA R PUTRA
Editor : DHAKA R PUTRA

Di sinilah peran pendidikan pesantren mengatur pola kehidupan anak, dari bangun tidur sampai tidur lagi, terikat dengan kedisplinan yang tinggi dan sikap tanggung jawab sebagai penuntut ilmu, yang bukan hanya mengisi akal pada pengatahuan sains dan teknologi, lebih dari itu, peran pendidikan pesantren mewarnai hati pada perbaikan moral dan budi pekerti.

Makna tersirat dari istilah Ataklid yang ditamamkan oleh Ust. Herwansyah Syamsiar, tidak saya temukan dari Kyai Mansuri Adam, berangkat dari ideologi yang keras terkesan otoriter, justru sikap itu menggambarkan bahwa sang Kyai memiliki prinsip untuk kemajuan pesantren al-Azhaar sekarang,

sehingga sistem yang dibangun adalah gambaran sikap sang pelopor sejati, Orang yang pertama masuk ke daerah tertentu, menemukan jalan hidup, tanpa bergantung dari padangan orang lain, berjuang untuk melakukan perubahan bertemu pada muara yang satu, yaitu “Agend Of Change” sumber perubahan, sumber inovasi, dan mencapai hajat hidup serta misi dakwah sampai kepada target perubahan.

Kyai Mansuri Adam guru kami tercinta, pernah mengisahkan kehidupannya kepada para santri untuk menumbuhkan potensi diri seperti apa yang sudah beliau lewati, pada saat yang berbeda saya pernah mendengar kisah perjalanan sang Kyai masuk ke bumi Sumatera,

dari sumber yang terpercaya dan dapat dipertanggung jawabkan seperti, Abah Nazor dan keluarga beliau, tentang perjalanan pahit dan getir yang dilewat oleh sang pelepor.

Bermodal dengan uang yang pas-pasan, beralaskan sandal jepit yang tak bernilai, masuk ke kampung yang terkenal teksas pada zamannya, sarang penjahat, pencuri, bahkan pembunuhan,

Tapi sosok Sang Pelopor yang datang dari Madura Jawa Timur, memiliki mental keberanian yang jauh lebih besar dari rasa takut, saya pernah mendengar janggutnya pernah ditarik orang, beliau pernah diancam untuk dibunuh, lebih dari itu dalam kisah perjalanan Sang Kyai seakan selalu berhadapan dengan ujung tombak kematian.

Bagaimana tidak!!!

kampung yang tidak tersentuh pada nilai-nilai agama, bersikap brutal, jauh dari iman, mungkin beragama islam tapi hanya sebatas indentitas atau keturunan, beliau datang mendirikan pendidikan agama atau pesantren ditengah gelapnya hidup masyarakat sekitar.

Kyai Mansuri seakan menjadi pijar bintang dari keterpurukan moral dan akhlak, kehadirannya dianggap mengganggu dan menjadi benalu dari maraknya kemaksiatan,

sehingga tak sedikit peralatan pondok pada waktu itu hilang dicuri orang, para santri diganggu ketenangan dalam belajar, Kyai sendiri selalu mendapatkan kejutan-kejutan berupa kekurangajaran dari oknum bajingan yang jauh dari nilai-nilai agama.

Sang pelopor tetap tegak sebagai agen perubahan, sehingga hymne Al-Azhaar yang selalu dikumandangkan pada momentum kegiatan sakral di pondok,

seperti Muhadhoro, pertemuan dan rapat akbar, selalu menguras perasaan ketika syairnya masuk kedalam relung hati, sebagai maha karya yang begitu menyentu dari sosok sang kyai, mari kita sejenak menyelami syair-syair dari ukiran sang kyai dalam tulisan berikut ini:

“Telah datang keharibaan umat manusia, penerus risalah nabi, membawa cahaya suci ilahi, menerangi penjuru bumi, semerbak aroma bak harum wangi bunga, menghias hati yang kelam, laksana rembulan terang purnama menyinari alam semesta.

Saya menulis syair ini demi Allah dengan iringan tetesan air mata, tergambar bagaimana perjuangan sang pelopor, datang ditenggah keharibaan umat, membawa misi dakwah Rasulullah SAW, menerbarkan senyum dalam penderitaan, kekurangan, dan hidup dalam ancaman,

tapi kehadirannya menyebarkan aroma bunga yang memberikan kenyamanan bagi siapa yang menciumnya, sosoknya laksana rembulan menerangi penjuru kegelapan dan menghiasi malam yang sunyi sepi dengan butiran-butiran tasbih, serta dorongan do’a nan suci dari para santri yang menemani.

Kategori :