BACA JUGA:Pj Wako : Mari Bahu-membahu Perangi Kemiskinan
“Stiker merah di rumah ini sudah dipasang sejak setahun lalu,” papar ibu tiga anak ini.
Istri dari Iwan ini mengungkapkan keluarganya masuk kategori miskin karena suaminya kerja serabutan, diupah Rp 80 ribu per hari sebagai kernet mobil. Kadang tidak ada pekerjaan.
Bahkan, untuk tempat tinggal ia menempel satu rumah dengan orang tuanya yang sedang sakit stroke.
“Kita berharap bantuan dari Dinsos ini terus ada dan bantuan ini sangat membantu perekonomian karena anak saya ada yang baru SD,” jelas IRT yang tinggal di RT 1, Kelurahan Karang Ketuan, Kecamatan Lubuklinggau Selatan 2 ini.
BACA JUGA:Fokus Penanganan Stunting Hingga Kemiskinan Ekstrim
Berbeda lagi dengan Harsun yang rumahnya juga ditempeli stiker merah.
“Sudah dua tahun saya tidak dapat bantuan sama sekali. Saya awalnya dapat bantuan sosial tahun 2018. Namun dua tahun terakhir tidak dapat bantuan lagi. Saya sudah lapor sama RT . Kalau lapor ke Dinsos belum, karena nggak ada ongkos,” sebut Harsun.
Harsun merupakan janda yang ditinggal suaminya meninggal dunia empat tahun lalu. Dalam mencukupi ekonomi ia terpaksa cari padi bekas orang panen (nyasak) yang hasilnya tidak menentu.
Harsun yang merupakan warga RT 2 Kelurahan Karang Ketuan, Kecamatan Lubuklinggau Selatan 2 masih memiliki anak SMA. Untuk memenuhi kehidupannya, Harsun banting tulang kerja serabutan di rumah tetangga dengan mencari upahan.
BACA JUGA:Di Mura Ada 55,80 Persen Warga Miskin
“Kalau tidak kerja, kami tidak makan. Jadi kami sangat berharap bisa dapat bantuan sosial lagi,” ucap Harsun sambil menangis.
Harsun mengaku cemburu karena banyak tetangganya yang kategori mampu namun dapat bantuan.
“Kami harap untuk pemerintah atau dinas terkait untuk turun langsung mendata kembali mana yang benar-benar layak atau tidak,” harap ibu yang kini berusia 57 tahun tersebut. (Adi)