Kondisi orang tua yang berpisah karena perceraian, penuh konflik, atau kondisi broken home lainnya bisa berpengaruh buruk pada kesehatan mental atau psikologis anak.
KORANLINGGAUPOS.ID - Apalagi jika anak masih berada di usia sekolah atau usia remaja. Dampak psikologis akibat keluarga yang broken home bisa terbawa sampai mereka tumbuh dewasa.
Dampak negatif broken home bagi psikologis anak beragam. Dikutip KORANLINGGAUPOS.ID dari laman Good Doctor, diantara dampak negative itu antara lain:
Pertama, perasaan malu.
Rasa malu, rendah diri, dan kurangnya keterampilan sosial adalah masalah bagi banyak anak korban broken home. Ini lebih sering terjadi pada anak-anak yang terjebak di tengah perceraian yang berantakan.
Setelah orang tua bercerai, suka atau tidak suka, tingkat kenyamanan anak akan terpengaruh. Perubahan drastis ini bisa membuat anak menarik diri dari dunia luar.
Sebagai orang tua ada baiknya merangkul anak sedini mungkin. Menjadi pemalu itu baik-baik saja, tetapi menjadi terlalu pemalu dapat memengaruhi hampir semua aspek kehidupan anak.
Kedua, kurangnya percaya diri.
BACA JUGA:SDIT MC Lubuklinggau Kembali Giatkan Program Kampung Cambridge Mutiara Cendekia
Kurangnya kepercayaan diri dan perasaan malu berjalan hampir beriringan. Karena rasa malu dan kurang percaya diri anak lebih suka menyendiri dan menarik diri dari hubungan sosial.
Ini bisa saja terjadi karena anak menyalahkan dirinya sendiri atas perpisahan orang tua. Segalanya berjalan dengan baik, hidup tampaknya terkendali, bahagia, tetapi perceraian mengakhiri hal itu bagi banyak anak.
Mereka tidak lagi merasa puas dengan hidup, karena hal-hal tidak lagi berjalan lancar. Rasa kurang percaya diri ini cenderung terlihat di sekolah. Anak kurang atau tidak berkontribusi dan cenderung tidak mau bersosialisasi.
Ketiga, depresi.
BACA JUGA:Mahasiswa Selenggarakan UNPARI Sport Management Event