Narasumber seminar dr. Ameli Farianty, Sp.PD menyerahkan goody bag kepada salah satu peserta seminar kesehatan.-Foto : Yezi Fadly/Linggau Pos-
“TB disebabkan oleh kuman, bukan virus, namanya Mycobacterium tuberculosis (M. TB), yang merupakan bakteri tahap asam bentuknya batang, infeksi tuberkulosis bisa primer dan bisa pasca primer (sekunder). Faktor yang mempengaruhi kerentanan seseorang menjadi penderita TB adalah orang yang imunitas tubuhnya rendah dan pada mereka yang terkena gizi buruk, maka resiko terkena TB lebih besar. Tapi saat ini orang yang ekonominya bagus terutama pada mereka yang terkena penyakit kencing manis dan ada infeksi virus seperti HIV maka akan besar risikonya terkena TB,”paparnya.
Menurutnya, penularan M. TB melalui udara, ketika orang yang memiliki bakteri ini berinteraksi dan ngobrol dengan orang lain, dan juga ketika penderita itu bersin maka kumannya menyebar.
Ada gejala yang khas dari penderita TB, yaitu gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi misalnya batuk berdahak yang lebih dari 2 minggu dan warna dahaknya kuning sampai kehijauan.
Pada orang-orang tertentu batuknya berdarah, dan gejala sakit di dada. Tidak semua gejala itu muncul bersamaan, tetapi kadang bisa salah satunya. Gejala sistemik adalah adanya penurunan berat badan, hilangnya nafsu makan, demam dan adanya keringat malam yang berlebihan ketika tidur, sehingga pakaiannya basah.
dr. Evi Silviana, Sp.A sedang menyampaikan materi tentang Kenali Gejala TBC Pada Anak di seminar kesehatan RS. Siloam Silampari, Jum'at 29 Maret 2024. -Foto : Yezi Fadly/Linggau Pos-
Untuk memastikannya itu TBC atau bukan, ada 3 tahap, yang pertama pemeriksaan secara klinis, dengan memperhatikan gejala respirasi dan gejala sistemik yang muncul.
Pemeriksaan berikutnya adalah pemeriksaan laboratorium, dengan pemeriksaan dahak, pemeriksaan molekuler atau tes cepat molekuler (TCM). Kemudian pemeriksaan foto rontgen, untuk melihat flek atau bercaknya di paru-paru.
Sementara itu untuk mendiagnosa TB ekstra (diluar) paru, gejala yang muncul tergantung orang yang terkena TB, seperti kaku kuduk (meningitis TB) nyeri dada, pembesaran kelenjar limfa, dan lain-lain.
Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari spesimen organ tubuh yang terkena. Pemeriksaan bakteriologis bila ditemukan keluhan dan gejala yang sesuai, untuk menemukan kemungkinan adanya TB paru.
Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan yang sama dan lama pengobatan berbeda yaitu TB paru selama 6 bulan (terdiri 2 bulan fase awal dan 4 bulan fase lanjutan), meningitis TB, lama pengobatan 9 – 12 bulan karena berisiko kecacatan dan mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan Streptomisin. Pasien TB tulang belakang, lama pengobatan 9 – 12 bulan.
Kemudian Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB, TB milier berat, dan perikarditis TB. Limfadenitis TB lama pengobatan 6 bulan dan dapat diperpanjang hingga 12 bulan. Perubahan ukuran kelenjar (membesar atau mengecil) tidak dapat menjadi acuan dalam menentukan durasi pengobatan.
“Setelah memberikan obat kepada pasien TBC, Dokter juga akan melakukan monitoring atau evaluasi untjuk menilai beberapa komponen, seperti melihat klinisnya apakah ada perbaikan, pemeriksaan bakteriologis setelah pasien 2 bulan diberikan obat dan akhir pengobatan, juga pemeriksaan radiologis, efek samping obat dan keteraturan pasien minum obat. Semua ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbaikan atau perburukan pada pasien,”kata dokter Freddy.
Dokter Freddy juga menjelaskan mengenai Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB), di mana ILTB ini adalah suatu keadaan dimana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri M.TB dari tubuh secara sempurna, tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala TBC.
BACA JUGA:App Store Donasi 1 Dolar, Apple Watch Series 9 Perangi HIV/AIDS melawan Malaria dan Tuberkulosis