Orang dengan ILTB apabila dilakukan TST (Tuberculin Skin Test) atau pemeriksaan IGRA hasilnya akan positif, tetapi hasil pemeriksaan rontgen, dahak dan Xpert MTB akan normal atau negatif.
Kelompok beresiko tinggi sakit TBC setelah terinfeksi yaitu Orang dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus)/AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) /ODHA (Orang Dengan HIV /AIDS), orang yang kontak serumah dg pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis, terutama anak usia di bawah 5 tahun, orang dewasa, remaja dan anak usia di atas 5 tahun.
Kelompok lainnya yaitu orang dengan HIV negatif, pasien immunokompromais (daya tahan tubuh lemah) lainnya seperti keganasan, hemodialisis, mendapat kortikosteroid jangka panjang, persiapan transplantasi organ, dan lain-lain. Terakhir kelompok warga binaan lembaga pemasyarakatan, petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak militer, pengguna narkoba suntik.
Materi kedua disampaikan oleh dr. Evi Silviana, Sp.A yang menjelaskan tentang TB paru pada anak.
Ia memaparkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2022, ada sebanyak 717.941 orang yang mengidap TB dan sekitar 14,03% atau 100.726 orang yang terjangkit TB merupakan anak-anak.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2022, ditemukan sebanyak 18.122 kasus TB dengan 28,27% kasus terjadi pada anak-anak usia 0 sampai 14 tahun.
Sementara itu data dari Rumah Sakit Umum Dr.Mohammad Hoesin Palembang dari Januari sampai dengan Juni 2023, sebanyak 84 anak terkonfirmasi mengalami TB anak.
Risiko infeksi TB antara lain: terpanjar dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis TB, kemiskinan, lingkungan dengan higiene dan sanitasi tidak baik, tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lainnya).
BACA JUGA:Waspada TBC, Kenali Gejala dan Cara Pencegahannya
Sedangkan risiko sakit TB yaituL usia anak<5 tahun, malnutrisi, keadaan imunikompromais, Diabetes mellitus, gagal ginjal, tingkat hunian yang padat, pengetahuan orang tua yang rendah dan ventilasi rumah yang tidak sehat.
“Diagnosa TB anak, dilakukan dengan melakukan pemeriksaan gejala klinis, seperti gejala batuk lebih dari 2 minggu, demam lebih dari 2 minggu, malaise (rasa lelah/tidak enak badan) dan penurunan atau tidak ada kenaikan berat badan. Selain itu ada pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan dahak tes cepat molekuler, uji Tuberculin dan foto toraks,” papar dokter Evi.
Materi ketiga disampaikan dr. Amelia Farianty, Sp.PD membahas tentang Kenali TBC Diluar Organ Paru.
Kasus TB yang terdiagnosis bakteriologis maupun klinis yang melibatkan organ selain paru seperti pleura (selaput paru), kelenjar getah bening, perut , kulit, tulang, saluran kemih dan kelamin (traktus genitourinarius).
Faktor risiko TBC terdapat pada: orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain, orang yang menggunakan obat imunospuresan dalam jangka panjang, perokok, konsumsi alkohol tinggi, anak usia<5 tahun dan lansia, memiliki kontak erat dengan penderita TB aktif, orang yang berada di tempat risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh lembaga pemasyarakatan), juga petugas kesehatan.
Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa ada beberapa jenis TB ekstra paru yaitu, TB Pleura dimana gejala klinis yang paling sering adalah batuk, nyeri dada, dan demam. Gejala klinis berhubungan dengan organ yang terkena. TB ekstra paru tidak menular dan deteksi dini dengan tegakkan diagnosa, terapi cepat dan tepat akan mendapatkan output (respon pengobatan) yang baik.
Diagnosis TB pleura berdasarkan pada terdapatnya basil tuberkulosis pada cairan pleura, biopsi pleura pada pemeriksaan histopatologis. Kemudian dilakukan evakuasi cairan seoptimal mungkin dilakukan sesuai keadaan pasien. Terakhir, operasi dilakukan pada kondisi yang berat dan tidak membaik dengan terapi medis.