Opini: Kritik Sastra Mati: Autopsi atau Autoimun?
Elif Nashikhatul Maziyah-Foto: Dokumen Pribadi-
Kedua, tanpa pendekatan kritis yang kuat, karya sastra yang memiliki potensi untuk menyampaikan pesan sosial dan budaya yang penting dapat terabaikan, mengakibatkan hilangnya makna dan relevansi dalam diskursus masyarakat.
Selain itu, penting untuk melihat bagaimana kritik sastra dapat berfungsi sebagai alat untuk memahami dan menganalisis isu-isu kontemporer.
BACA JUGA:Bangga, Siswa SMP IT Nur Riska Juara 2 Lomba Dongeng Bahasa Daerah Tingkat SMP/MTs se-Lubuklinggau
BACA JUGA:Sah! Penyanyi Virzha Resmi Menikahi Sausan Sabrina, Ijab Kabulnya Pakai Bahasa Arab
Karya sastra sering kali mencerminkan realitas sosial dan politik di sekitarnya, dan kritik sastra dapat memberikan konteks yang diperlukan untuk memahami lapisan-lapisan tersebut.
Dalam konteks ini, kritik sastra dapat berperan sebagai jembatan antara teks dan masyarakat, memberikan wawasan yang diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi dunia saat ini.
Misalnya, banyak novel dan puisi kontemporer yang membahas isu-isu seperti perubahan iklim, ketidakadilan sosial, dan identitas gender, yang semuanya memerlukan analisis kritis untuk membongkar makna yang lebih dalam.
Kritik sastra yang relevan juga harus berfokus pada inklusivitas.
BACA JUGA:Wajib Diketahui, 6 Bahasa Tubuh Jika Seseorang Merasa Tidak Nyaman, Berada di Dekat Kita
Karya-karya dari penulis yang terpinggirkan sering kali diabaikan dalam diskusi sastra mainstream.
Dengan menyoroti suara-suara ini, kritik sastra tidak hanya akan memperkaya wacana tetapi juga memberikan ruang bagi perspektif yang beragam.
Hal ini penting, terutama di dunia yang semakin terfragmentasi, di mana narasi tunggal sering mendominasi.
Dengan menyertakan berbagai perspektif, kritik sastra dapat membantu menciptakan pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang dunia.
BACA JUGA:7 Bahasa Tercepat di Dunia,Ternyata Indonesia Nomor Lima