MARI MENULIS UNTUK SANG GURU, KESAN SANGAR SANG PELOPOR

Alumni Pondok Pesantren Al-Azhaar Tahun 2006, Tenaga Pendidik di Pondok Pesantren Misro Arafah Lubuklinggau-KORANLINGGAUPOS.ID-DOK : Pribadi

Pertengahan Juni 2003, adalah awal saya menginjakkan kaki di Pondok Pesantren Darul Ishlah.

Setelah berkeliling dan bersalaman dengan beberapa guru dan Mu’allim , menyelesaikan adminitrasi masuk, diarahkan ke asrama dan merapikan barang-barang bawaan, kemudian saya putuskan berkeliling with my dad untuk melihat suasana pondok dari dekat.

Akhirnya, sosok yang selama ini saya kenal hanya lewat kalender, hari itu bisa berjumpa dan bertatap mata langsung, Sang Kyai, Sang Pelopor, yang sesuai ekspektasi awal bahwa beliau terlihat sangar, tegas dan berwibawa. Santun saya salami tangan beliau;

“Anton Fales, dari Terusan ya, muridnya Bapak Masparudin” sapa beliau.

Saya tak menyangka beliau sudah mengenal saya. Rupanya nama saya beliau ketahui dari guru TPA saya, Wak Masparudin.

“Ya Ustadz” jawab saya gugup.

“Selamat datang di Darul Ishlah” lanjut beliau.

“Terima Kasih Ustadz”.

Itulah komunikasi pertama saya dengan Sang Kyai.

Dari pertemuan perdana itu, semakin memperkuat kesan awal saya bahwa beliau adalah pimpinan dengan sikap tegas, berwibawa, memiliki karakter kuat dengan visi dan mimpi besar, namun terkesan “sangar”.

Selayaknya seorang santri, saya lalui hari demi hari di Pondok Pesantren Darul Ishlah dengan penuh semangat dan riang gembira.

Hubungan saya dengan Sang Kyai semakin dekat.

Bahkan, saya termasuk salah satu “santri kesayangan” beliau.

Intens pertemuan kami semakin sering seiring terpilihnya saya sebagai tim vokalis grup rebana pada saat itu.

Dari situlah kemudian saya menyadari bahwa “sangar” hanyalah kesan awal saja, seiring waktu berjalan saya menjadi kagum kepada beliau lantaran begitu banyak bakat dan kelebihan yang beliau miliki.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan